Good Governance dan Upaya Peningkatan SDM Aparatur
Disadari
atau tidak, suka atau tidak suka, saat ini kita telah berada pada era
global. Dalam era seperti ini hubungan antar bangsa makin dekat, tetapi
juga semakin kompleks. Pertukaran
barang-barang makin cepat, lalu lintas manusia makin intensif, arus
modal sudah mendunia dan persaingan dalam semua aspek kehidupan semakin
keras.
Globalisasi
menyediakan harapan, tetapi juga sekaligus menyimpan kecemasan. Banyak
kesempatan terbuka pada era globalisasi, tetapi juga tidak sedikit
ancaman yang harus diwaspadai, seperti kemungkinan lunturnya nilai-nilai
kebangsaan, rusaknya lingkungan hidup dan sumber daya alam, bahkan
sampai kemungkinan disintegrasi bangsa.
Itulah
sebabnya dalam upaya menyikapi era global, segenap komponen bangsa
perlu melakukan tindakan mawas diri, menyadari posisinya masing-masing,
senatiasa meningkatkan kopetensi terutama bagi para Pegawai Negeri Sipil
(PNS) sebagai unsur utama sumber daya manusia aparatur negara.
Kompetensi
sumber daya manusia aparatur negara utamanya kompetensi para pemimpin
maupun para kader pimpinan akan sangat menentukan terwujudnya
kepemerintahan yang baik (good governance), daya saing bangsa dan pada akhirnya tujuan nasional sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Good Governance, Daya Saing dan Tujuan Nasional
Good Governance saat ini dipandang sebagai paradigma baru dan menjadi ciri yang perlu ada dalam sistem administrasi publik. Secara umum, Governance diartikan sebagai kualitas hubungan antara pemerintah dan masyarakat yang dilayani dan dilindunginya. Governance mencakup 3 (tiga) domain yaitu state/negara/ pemerintahan), private sectors (sektor swasta/dunia usaha), dan society (masyarakat).
Good Governance sektor publik diartikan sebagai suatu proses tata kelola pemerintahan yang baik, dengan melibatkan stakeholders,
terhadap berbagai kegiatan perekonomian, sosial politik dan pemanfaatan
beragam sumber daya seperti sumber daya alam, keuangan, dan manusia
bagi kepentingan rakyat yang dilaksanakan dengan menganut asas:
keadilan, pemerataan, persamaan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas (World Conference on Governance, UNDP, 1999).
Sejak
terjadinya krisis moneter dan krisis kepercayaan yang mengakibatkan
perubahan dramatis pada tahun 1998, Indonesia telah memulai berbagai
inisiatif yang dirancang untuk mempromosikan Good Governance,
akuntabilitas dan partisipasi yang lebih luas. Ini sebagai awal yang
penting dalam menyebarluaskan gagasan yang mengarah pada perbaikan governance dan demokrasi partisipatoris di Indonesia.
Paradigma Good Governance
menekankan pada wujud kemampuan mengelola sumber daya pembangunan
secara bersama dengan swasta dan masyarakat dengan baik, sehingga
terhindar dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang merugikan
negara.
Institusi pemerintah berfungsi
menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, sektor dunia
usaha menciptakan pekerjaan dan pendapatan, masyarakat berperan dalam
membangun interaksi sosial, ekonomi, dan politik termasuk mengajak
kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi,
sosial, dan politik. Untuk membangun Good Governance, dibutuhkan perubahan yang menuntut adanya ciri kepemimpinan pada masing-masing pihak yang memungkinkan terbangunnya partnership di antara stakeholders
di dalam lokalitas tersebut. Partnership adalah hubungan kerja sama
atas dasar kepercayaan, kesetaraan, dan kemandirian untuk mencapai
tujuan bersama.
Menurut UNDP (1997) Good Governance (tata kelola kepemerintahan yang baik), harus memiliki unsur-unsur berikut ini:
a. Partisipasi
Setiap
warga masyarakat harus memiliki hak suara yang sama dalam proses
pengambilan keputusan, baik secara langsung, sesuai dengan kepentingan
dan aspirasinya masing-masing.
b. Supremasi Hukum
Kerangka
aturan hukum dan perundang-undangan haruslah berkeadilan, ditegakkan
dan dipatuhi secara utuh terutama aturan hukum tentang hak-hak asasi
manusia.
c. Transparansi
Berbagai
proses, kelembagaan, dan informasi dapat diakses secara bebas dan
informasinya harus dapat disediakan secara memadai dan mudah dimengerti
sebagai alat monitoring dan evaluasi.
d. Daya Tanggap
Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan.
e. Berorientasi Konsensus
Pemerintahan
yang baik akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan
yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesepakatan yang terbaik bagi
kepentingan masing-masing pihak.
f. Equity
Pemerintahan yang baik akan memberikan kesempatan yang sama dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya.
g. Efektivitas dan Efisiensi
Kegiatan
dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar
sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya.
h. Akuntabilitas
Para pengambil keputusan dalam organisasi sektor pemerintah, swasta, dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik.
i. Bervisi Strategis
Para
pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka
panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan
manusia bersamaan dengan kebutuhannya.
j. Saling Keterkaitan
Keseluruhan ciri good governance tersebut di atas adalah saling memperkuat dan saling terkait dan tidak bisa berdiri sendiri.
Prinsi-prinsip
kepemerintahan yang baik juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
101 Tahun 2000 yakni: profesionalitas, akuntabilitas, transparansi,
pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas, dan supremasi
hukum.
Selanjunya
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
menekankan bahwa Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum
Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggara negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi; dan asas efektivitas.
Indonesia sebagai sebuah negara besar yang merdeka dan memiliki cita-cita besar, sudah tentu harus mampu bertahan dan terus berkembang ke depan menuju suatu kondisi dimana terwujud suatu
pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Cita-cita
besar tersebut harus diperjuangkan dan diupayakan dengan
sungguh-sungguh oleh seluruh anak bangsa dengan jiwa dan semangat
nasionalisme baru yakni dalam bentuk peningkatan daya saing bangsa. Dalam
semangat nasionalisme baru ini, hal-hal yang diperjuangkan dan
diupayakan tidak hanya bertumpu pada apa yang hendak dilawan, melainkan
lebih menekankan terhadap apa yang bisa ditawarkan, sehingga mampu
menumbuhkengembangkan daya saing bangsa yang berkarakter Indonesia.
Daya saing bangsa yang berkarakter Indonesia pada hakekatnya adalah kemampuan
bangsa indonesia bertahan dalam dinamika global dan menghasilkan produk
yang memiliki standar internasional dan mampu mensejahterakan
masyarakat yang berkeadilan dalam bingkai NKRI. Batasan ini menyiratkan
bahwa di samping mampu menghasilkan produk yang memiliki standar
internasional, yang sangat ditekankan dalam hal ini adalah kemampuan
bangsa Indonesia untuk bertahan dalam dinamika global, mampu
mensejahterakan masyarakat, berkeadilan dan tetap menjaga keutuhan NKRI.
Terkait dengan pemerintahan dan daya saing, Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menekankan bahwa
pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing
daerah.
Sebagai konsekuensi
dari batasan ini adalah peran dan campur tangan negara menjadi sangat
penting dan sentral dalam semua bidang walau tidak berarti harus menjadi
otoritarian. Hal ini sejalan dengan pendapat Paul Kennedy dalam bukunya
yang berjudul Preparing for the Twenty-First Century. Dikemukakan bahwa betapapun terjadi
pengaruh dari globalisasi dan kecenderungan transnasional yang
berakibat erosinya atau merosotnya kekuasaan negara, tetapi eksistensi negara-bangsa belum dapat diganti dengan bentuk yang lain. Yang penting adalah bagaimana setiap negara-bangsa atau kawasan regional membawa diri secara tepat dalam menghadapi tantangan di masa depan. Baik
buruk dan efektif tidaknya suatu pemerintahan sangat tergantung pada
mesin birokrasi karena birokrasi penyelenggara pemerintahan negara,
memegang peranannya yang sangat strategis dalam mewujudkan visi dan misi
bangsa.
Kompetensi SDM Aparatur
Undang-undang
Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) mengamanatkan bahwa untuk meningkatkan profesionalisme dan
mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (good governance), pusat maupun daerah, dilakukan pembangunan aparatur negara melalui reformasi birokrasi.
Permasalahan
“birokrasi” (kantor penyelenggara kewenangan tugas kepemerintahan) yang
mengemuka dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa
dewasa ini antaranya adalah “tatanan organisasi dan manajemen pemerintah
pusat yang belum mantap, desentralisasi yang menyulitkan koordinasi,
format perangkat pemerintahan di daerah yang duplikatif, kompetensi
aparatur yang memprihatinkan, dan agenda kebijakan yang tidak efektif
dalam menghadapi permasalahan dan tantangan pembangunan bangsa”.
Semua itu mengindikasikan diperlukannya suatu grand strategy
dalam penataan birokrasi secara sistemik, yang mempertimbangkan bukan
saja keseluruhan kondisi internal birokrasi tetapi juga permasalahan dan
tantangan strategik
yang dihadapkan lingkungannya. Dalam konteks perubahan internal
tersebut, reformasi birokrasi nasional perlu diarahkanan pada (1)
penyesuaian visi, misi, dan strategi, (2) perampingan organisasi dan
penyederhanaan tata kerja, (3) pemantapan sistem manajemen, dan (4)
peningkatan kompetensi sumber daya manusia.
Secara keseluruhan semua itu perlu disesuaikan dengan dimensi-dimensi spiritual SANKRI, nilai dan prinsip Good Governance dan Masyarakat Madani, dan tantangan lingkungan strategik yang dihadapi.
Menurut Asmawi Rewansyah (2010) peranan strategis birokrasi meliputi: 1) Perumus kebijakan publik/pemerintah
(melaksanakaan peranan/fungsi pengaturan/regulasi) agar terwujud
keamanan, ketertiban, keteraturan, kedamaian dan keadilan dalam
masyarakat; 2) Penyedia/produsen dan penyalur barang dan jasa layanan
pemerintah kepada warga masyarakat (melaksanakan peranan/fungsi
pelayanan); 3) Pemberdayaan
warga masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi melalui pembangunan
di berbagai bidang/sektor (melaksankan peranan/fungsi pemberdayaan); 4)
Berfungsi/berperan sebagai pengayom dan pelindung masyarakat dari
berbagai gangguan; dan 5) Berperan/berfungsi sebagai pengelola aset
kekayaan Negara. Peranan strategis birokrasi tersebut menuntut suatu
kondisi dimana kualitas birokrasi haruslah memadai sehingga mampu
memerankan fungsi penting dan strategis tersebut dengan baik.
Mengantisipasi
tantangan global, pembinaan sumber daya manusia aparatur negara perlu
mengacu pada standar kompetensi internasional (world class).
Sosok aparatur masa depan penampilannya harus profesional sekaligus taat
hukum, rasional, inovatif, memiliki integritas yang tinggi serta
menjunjung tinggi etika administrasi publik dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat.
Peningkatan profesionalisme aparatur perlu ditunjang integritas yang tinggi, dengan mengupayakan terlembagakannya karakteristik sebagai berikut:
a. Mempunyai komitmen yang tinggi terhadap perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan bernegara;
b. Memiliki kompetensi yang dipersyaratkan dalam mengemban tugas pengelolaan pelayanan dan kebijakan publik;
a. Berkemamapuan melaksanakan tugas dengan terampil, kreatif, dan inovatif;
b. Disiplin dalam bekerja berdasarkan sifat dan etika profesional;
c. Memiliki daya tanggap dan sikap bertanggung gugat (akuntabilitas);
d. Memiliki
derajat otonomi yang penuh rasa tanggung jawab dalam membuat dan
melaksanakan berbagai keputusan sesuai kewenangan; dan
e. Memaksimalkan efisiensi, kualitas, dan produktivitas.
PNS
sebagai unsur utama sumber daya manusia aparatur negara dalam
perjuangan mencapai tujuan nasional diharapkan memiliki kompetensi penuh
kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, profesional, berbudi luhur, berdaya
guna, berhasil guna, sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur
negara, abdi masyarakat dan abdi negara di dalam negara hukum yang
demokratis, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101
tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri
Sipil.
Diklat Struktural dan Kompetensi Sdm Aparatur
Pembangunan sumber daya manusia (human resource development)
biasanya dimaknai sebagai pemberian kesempatan belajar atau berlatih
kepada pekerja/pegawai dengan tujuan untuk membantu meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan kerja. Ini dilakukan melalui berbagai kegiatan
seperti: pendidikan, pelatihan, magang, dan sebagainya.
Peraturan
Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan
Jabatan Pegawai Negeri Sipil menegaskan bahwa tuntutan nasional dan
tantangan global untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) diperlukan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi jabatan dalam penyelenggaraaan negara dan pembangunan.
Selanjutnya
untuk menciptakan sumber daya manusia aparatur yang memiliki
kompetensi tersebut diperlukan peningkatan mutu profesionalisme, sikap
pengabdian dan kesetiaan pada perjuangan bangsa dan negara, semangat
kesatuan dan persatuan, dan pengembangan wawasan Pegawai Negeri Sipil
melalui Pendidikan dan Pelatihan Jabatan yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari usaha pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara
menyeluruh.
Pendidikan
dan Pelatihan Dalam Jabatan (Diklatpim Tingkat III) yang dilaksanakan
saat ini diharapkan dapat mewujudkan Para Eselon III dan Eselon IV
(yang dipersiapkan untuk menduduki Eselon III) yang mampu melaksanakan
tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan sebaik-baiknya.
Perlu
ditekankan sekali lagi bahwa segala upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan kompetesi SDM Aparatur, pada akhirnya bermuara pada
cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana tertuang dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945.
Oleh
karenanya bagi semua pihak perlu terus diingatkan agar dalam proses
mewujudkan cita-cita tersebut perlu senantiasa diuji dengan 4 (empat)
konsensus dasar yang melandasi terbentuknya NKRI yakni apakah upaya-yang
dilakukan:
a. Akan menguatkan atau melemahkan keyakinan kita terhadap Pancasila?
b. Sejalan atau tidak dengan amanat UUD 1945?
c. Mengarah pada peningkatan atau penurunan penghargaan terhadap ke-Bhinneka Tunggal Ika-an? dan
d. Mengarah pada keutuhan NKRI atau justru sebaliknya?
Penutup
Kesadaran
untuk membentengi diri dengan nilai-nilai moral, etika dan nilai-nilai
agama yang masing-masing kita anut menjadi suatu keharusan. Bagaimana
pun, kepercayaan rakyat tergantung kepada sukses tidaknya kita sebagai
aparatur pemerintah menahkodai negeri ini menuju kesejahteraan dan kemakmuran.
Untuk
menjamin kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih
bermartabat ke depan, kuncinya ada pada gererasi penerus bangsa yang
tiada lain adalah anak-anak kita sendiri. Satu
hal yang perlu saya tekankan bahwa cara efektif untuk mendidik
anak-anak kita adalah melalui sifat keteladanan orang tua. Orang tua
dituntut mampu memperlihatkan pada anak-anak tentang perilaku dan
kebiasaan-kebiasaan terpuji seperti saling pengertian dan perhatian,
sayang menyayangi, jujur dalam berucap, disiplin dengan waktu, patuh
terhadap ajaran agama dan lain sebagainya. Tentu, hal
ini juga sangat relevan untuk kita terapkan di lingkungan kerja
masing-masing agar tercipta kondisi kerja yang penuh keakraban sekaligus
menjunjung tinggi nilai-nilai integritas bangsa.
Saat ini dan ke depan, penguasaan terhadap teknologi informasi menjadi keharusan yang tak dapat dihindari oleh aparatur
pemerintah, terutama para pejabat struktural. Mengerti dan menguasai
teknologi informasi selain mempercepat dan mempermudah dalam pelaksanaan
tugas sehari-hari, juga memungkinkan kita terhindar dari jerat hukum peraturan perundang-undangan yang terkait dengan teknologi informasi tersebut seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Yang lebih penting, mengerti dan menguasai teknologi informasi akan berdampak pada capaian hasil pembangunan nasional yang optimal sehingga terwujud kesejahteraan rakyat.
Tim Penyusun :
* Ir. I Gede Suratha, M.MA. (Kepala Pusat Diklat Struktural dan Teknis Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri).
* Zainudin, M.Si. (Widyaiswara Muda Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri.
*
Disusun sebagai bahan Ceramah Umum Diah Anggraeni (Sekretaris Jenderal
Kementerian Dalam Negeri) pada Pelaksanaan Diklat Kepemimpinan Tk. III
di Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 03 Maret 2011.
Sumber Acuan
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
5. Dokumen Kebijakan United Nations Development Programme (UNDP), Tahun 2007.
6. Dadang Solihin dalam “Pemahaman Terhadap Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance)”,
disampaikan dalam Seminar Membangun Tata Kepemerintahan Yang Baik Dinas
Tata Kota Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 15 November 2007.
7. Sekretariat
Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan Yang Baik
Bappenas dalam “Modul Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kepemerintahan Yang
Baik”, Jakarta Maret 2007.
8. Zainudin dalam “Kendala Pembinaan SDM Aparatur”, Jurnal Pusat Diklat Kemendagri Regional Bandung, Bandung 2011.
0 Response to "Good Governance dan Upaya Peningkatan SDM Aparatur "
Posting Komentar