Perspektif Korupsi di Teknik Industri sebagai Waste dalam Lean Thinking
Ketika penulis sedang membangun model sistem dinamis pembangunan
berkelanjutan untuk Indonesia, ada satu konstanta yang secara elegan
diberi nama “budget effectiveness”, yang dihubungkan dengan variabel
government spending (belanja pemerintah). Penterjemahan lapangan dari
konstanta ini adalah “korupsi”. Tentunya dalam disertasi saya setelah
dipertimbangkan dengan seksama akhirnya diputuskan untuk menghilangkan
seluruh aspek politik sehingga nilai konstanta yang saya berikan adalah
100%, namun dalam prosesnya saya bertanya-tanya berapa nilai seharusnya
yaa apakah 80% (20% korupsi), 75%, 70%, dan 60%. (Jadi ingat masa-masa
jadi konsultan pemerintah, yang ternyata berbeda-beda, tidak ada
konsensus nasional).
Sebagai Perekayasa Industri, penulis menjadi tertarik untuk apakah
memungkinkan melihat korupsi dalam kacamata kita, dan sementara ini
kacamata yang cocok adalah kacamata ilmu lean thinking (lean management) dengan memandang korupsi sebagai waste. Lean adalah
sebuah pola pikir untuk terus-menerus meningkatkan efisiensi proses
sehingga didapatkan aliran yang paling efisien untuk memberikan nilai
yang diharapkan oleh pelanggan akhir. Karena berbasis pada pelanggan,
maka proses yang dilakukan secara tidak langsung akan efektif. Jadi
efisien dan efektif sebagai tujuan akhir perekayasa industri secara
bersamaan dapat dicapai.
Nah kalau sebuah korupsi adalah waste, maka apakah dalam tools dan methods yang digunakan dalam l
ean ada yang bisa dipakai untuk mengatasinya?
Misalnya apakah dengan 5S, Poke Yoke, VSM, Synchronous Flow, Demand Leveling dll bisa digunakan?
Penulis masih mengeksplorasinya, namun menurut penulis bisa, terutama
mengingat pengalaman penulis ketika merancang web-based budgeting system
untuk DKI Jakarta. Paat itu mencoba menerapkan paling tidak 1 prinsip
utama good governance yaitu transparansi. Kemudian setelah
mendefinisikan value dari sisi pelanggan, maka secara tidak sadar saya
juga menerapkan 5S (seiri, seiton, seiso, seiketsu dan shitsuke) yang diterjemahkan sebagai sort, set, shine, standardize dan sustain.
Detailnya mungkin panjang sekali jika diceritakan prosesnya, namun
intinya didalam sistem yang dirancang telah menambahkan kemampuan untuk
menyingkirkan berbagai usulan anggaran yang tidak memiliki dasar dan
korelasi kepada tujuan pemerintahan yang dituangkan dalam RPJPD, RPJMD
dan RPJP (Sort). Memberikan tempat kepada pengambil keputusan dan pelaku
organisasi sesuai dengan peranannya sehingga disiplin dalam melakukan
“diskusi” online (Set). Kemudian juga memastikan bahwa setiap
pengambilan keputusan bertanggung jawab terhadap tidak hanya keputusan
tetapi rekomendasi yang diberikan untuk mengambil keputusan, sehingga
setiap aktivitas menjadi “Shine”.
Bagaimana? apakah anda juga punya ide tentang penerapan tools di teknik industri untuk mengatasi korupsi?
PS: Siapa tahu anda bertanya-tanya: Penulis sudah punya Blackberry dari
tahun 2009 kok, tidak perlu menunjukkan foto saya menggunakan blackberry
yaa:-)
Sumber:
https://hidayatno.wordpress.com/2012/02/26/perspektif-korupsi-di-teknik-industri-sebagai-waste-dalam-lean-thinking/
0 Response to "Perspektif Korupsi di Teknik Industri sebagai Waste dalam Lean Thinking"
Posting Komentar