Kepo Politik, Why Not?

Rasanya suasana politik akhir-akhir ini mengalahkan cuaca panas yang melanda Jabodetabek memasuki musim hujan. Bakasi menjadi salah satu kota yang menuai kecaman terkait cuaca buruk akhir-akhir ini. Tapi kali ini Phylopop tidak akan bicara soal cuaca panas, melainkan cuaca politik menjelang detik-detik diumumkannya jajaran kabinet Jokowi-Jk hasil Pilpres tahun ini.

Dan hari ini, Minggu 26 Oktober 2014, merupakan hari yang sangat menentukan bagi bangsa Indonesia. Dan pastinya hari yang sangat ditunggu-tunggu bagi nama-nama yang berseliearan di berbagai media karena disebut-sebut bakal masuk dalam bursa calon menteri yang akan menggawangi kementerian/lembaga 5 lahun ke depan.

Selain hari ini, besok Senin, 27 Oktober 2014, menjadi hari pertama bagi para menteri pilihan itu untuk bekerja. Meski masih belum sempat beres-beres kantor, paling tidak hari Senin menjadi momen dimana mereka akan menantangani konrtrak kerja dengan presdien. Atau lebih tepatnya sih kontrak kerja dengan rakyat, karena mereka sebenarnya pelayan rakyat yang siap mengabdi hingga 5 tahun ke depan, 24 jam dalam sehari.

Kerja, kerja, kerja. Tiga kata itulah yang sering mengaung dan menjadi ciri kabinet Jokowi-Jk 5 tahun ke depan. Jadi, tak ada alasan untuk tidak langsung bekerja di hari pertama aktif sebagai menteri. Bahkan sang presiden dalam banyak kesempatan tidak akan canggung-canggung mencabut mandatnya jika para pembantunya itu tidak becus bekerja, apalagi sampai terkait kasus hukum. Jadi, siap-siaplah kerja ikhlas untuk nusa dan bangsa yang lebih baik.

Saya memang tergolong orang yang suka kepo terkait isu terkini politik negeri ini. Untuk urusan kepo yang satu ini saya punya istilah: kepo-politik. Banyak alasan yang bisa saya ungkapkan kenapa saya tergolong kepo-politik. Dari sekian alasan yang ada, beberapa di bawa ini yang saya ingat mungkin bisa menjadi rujukan bagi Phylovers yang juga kepo-politik kaya saya.

Pertama, alasan yang paling rasional pertama yang bisa saya ungkapkan di sini adalah latar belakang pendidikan. Yap, saya memang kuliah khusus selama 3 semester untuk tahu apa itu politik. Setelah lulus sarjana di kampus yang sama, saya melanjutkan pndidikan magister ilmu politik di kampus biru UGM Yogyakarta. Dari teori politik hingga kasus-kasus terkini politik menjadi bahan perbincangan dan diskusi bagi saya dan teman mahasiswa lainnya. Hal ini bisa terjadi di mana saja: di kelas, kantin, parkiran, perpustakaan, bahkan sampai di warung nasi kucing yang banyak berseliweran di Kota Gudeg Jogja.

Saya juga berhadapan langsung dengan para dosen dan pakar politik yang sangat ahli di bidangnya. Salah satunya seorang dosen yang saat ini santer dikabarkan bakal mengisi jajaran kabinet Jokowi-Jk: Pratikno. Dosen yang satu ini selain dikenal dekat dengan Jokowi, juga mungkin karena satu almamater dengan presdien terpilih itu. Soal apakah saat kuliah mereka pernah dekat saya kurang tau. Yang jelas, Pratikno saat ini merupakan salah satu dari 3 orang rektor yang diincar Jokowi untuk masuk kabinetnya. Bahkan beberapa media menyebut dua kali rektor UGM ini menemui Jokowi di istana.

Beberapa media juga mengatakan bahwa Pratiko merupakan tim perumus struktur kabinet Jokowi-Jk. Karena itu, Jokowi menunjuknya untuk bertanggung jawab atas urusan persiapan pelantikan jajaran menteri Senin depan. Menurut yang saya dengar dan baca, Pratiko bakal menduduki jabatan sebagai sekretaris kabinet atau Mendagri. Untuk posisi terakhir saya sangat setuju, karena selain memang basic pendidikannya terkait politik, juga karena untuk memperkuat posisi Kemendagri yang menurut analisis berbagai pakar bakal fokus urus urusan otonomi daerah. Di kelas kuliah dulu, saya langsung dapat materi otonomi daerah darinya. Jadi saya percaya dia bakal bisa jalankan tugas sebagai Mendagri dengan baik.

Soal jabatan sebagai Setneg saya no commet, karena saya belum tau bagaimana rekam jejaknya jika harus menduduki jabatan itu.

Keduasaya seorang PNS di sebuah kementerian. Alasan ini tidak selalu punya hubungan dengan ketertarikan seseorang untuk kepo-politik, karena banyak juga PNS pusat atau daerah yang acuh terhadap isu-isu politik yang sedang berkembang. Hal ini bukan semata omong kosong. Selama 5 tahun saya di birokrasi, saya bertemu banyak orang baik dalam interaksi dalam bekerja maupun saat di kelas untuk mengajar. Banyak dari PNS itu yang tidak mau tau, bahkan buta politik. Ini sangat mengherankan bagi saya, meski itu juga merupakan hak asasinya sebagai manusia.

Ketiga, alasan terakhir ini barangkali alasan yang menguatkan posisi saya sebagai seorang yang kepo-politik. Saya sangat terinspirasi dengan ungkapan seorang penyair Jerman, Bertolt Brecht. Berikut lebih kurang bunyi ungkapan tersebut:

"Buta terburuk adalah buta politik. Tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat tergantung pada keputusan politik," (Bertolt Brecht)

Banyak orang di lingkungan birokrasi dan di luar sana yang tidak menyadari kebenaran apa yang diungkapkan Bertolt Brecht. Kondisi ini sangat merugikan tentunya, merugikan diri sendiri, keluarga, teman-teman bahkan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.

Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk menjawab ungkapan Bertolt Brecht di atas adalah kepo-politik tingkat rendah. Apa itu? Hal sederhana yang bisa dilakukan adalah cari tahu siapa sosok orang yang akan kita pilih saat Pemilu/Pemilukada/Pilpres dan datanglah ke TPS untuk mencoblos pilihan yang menurut kita tepat. Kalaupun suatu saat orang yang kita pilih keluar jalur dari yang kita dan masyarakat harapkan, maka kita tidak akan menanggung dosa politik akibatnya. Dosa politik akan ditanggung orang yang kita pilih.

Setelah menbaca tulisan ini, saya harap Phylovers memiliki kesadaran untuk kepo-politik. Paling tidak kepo-politik level terendah. Sadarilah bahwa apa yang kita hadapi dan kita dapatkan saat ini (rumah, mobil, motor, beras, sekolah, fasilitas umum, dll) punya hubungan yang kuat dengan tingkat kepahaman kita terhadap politik. Setelah memiliki kesadaran kepo-politik, awasi dan kawal berbagai kebijakan pemerintah. Termasuk awasi dan kawal pemerintahan Jokowi-Jk beserta para pembantunya 5 tahun ke depan.

Semoga Indonesia akan jauh lebih baik. Amin!

Sumber:
http://www.phylopop.com/2012/06/cara-penulisan-gelar-akademik-yang-baik.html
Penulis:
Zainudin

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Kepo Politik, Why Not?"

Posting Komentar